Sabtu, 17 Juli 2021

Ku dan Kau

 


Hey kau

Kini engkau telah menjadi candu buat ku

Di setiap hembusan asap kretek ku

Senyum dan manjamu jadi bius bagi ku


Kau lucu puan

Entah mengapa menjadi virus bagi benak ku

Menarik ulur masa depan dan masa lalu ku

Dasar kau setan kecil yang lugu


Kalaupun kau memang ingin mengobati luka ku

Perlahan tuang cintamu pada batin ku

Jangan langsung hingga aku terjatuh pada mu


Atau mungkin kau memang puan ku

Hadir menjadi pil pahit bagi masa depan ku


Hey puan

Kau sudah menangkap ku

Hingga kulepas semua pilihan yang membisu


Jangan sampai kau tau dalamnya perasaanku

Nanti, nantikan saja waktu 

Kau akan utuh milik ku

Hingga aku terlelap dipangkuan mu


Kini, kau nada bagi telinga ku

Gula bagi kopi hitam ku

Matahari bagi senja ku

Senyum bagi air mata ku


"Isolasi Mandiri, 6 Juli 2021"

Panda Liar dan Semesta

Hei, semesta memang unik ta

Dia mampu menawarkan perlawanan

Dari hati yang terkungkung perjalanan

Hingga akhirnya jiwa berbalik merdeka


Kesegaran hembusan angin bahagia

Menggempur rasa syukur yang mendalam

Membawaku menghirupnya dalam-dalam

Setiap kali kau tawarkan tawa dan manjamu


Kau tau semesta?

Kehadirannya tak pernah ku duga

Namun, ku tau kau selalu mendukungku

Dia "Panda Liar" yang lucu itu, kini hadir dalam senjaku


Tatapannya yang teduh, dilingkari bulatan hitam

Tingkahnya ya manja dan memecahkan tawa

Menghantam peran sandiwara manusia yang kejam

Menawarkan lupa dari resah menjadi bahagia


Dimataku, kau tidak palsu

Aku ingin berlari dengan nafas panjang

Menggapai mu untuk kurangkul

Menggenggam erat tangan kecil mu


Mengajakmu memberontak dalam saat teduh

Beraliansi dengan Alam Semesta

Merebut takdir bersamamu 

Dari-Nya Sang Pemilik Hidup


"Gang Keruing 'Kapuas', 16 Juli 2021"

Jumat, 12 Februari 2021

Jembatan Kayu

 


Aku adalah jembatan kayu. 

Kuat dan rapuhku ada soal waktu.

Tulus ku jadi saksi bisu.

Mengantarkan mu ke seberang satu.


Aku tau kau pernah terluka menginjak ujungku.

Lukamu kau basuh di samping tepi kayu itu.

Sambil kamu menangis dan mengutukku.

Namun kau takkan pernah tak membutuhkanku.


Walaupun kau kini telah pergi meninggalkanku. 

Namun ku tau kau akan merindukan lukamu.

Karena kaki mu yang mulus dan sawo mateng itu.

Terluka pertama di sisi sebelah kiri ujung kayuku.


Bersenang-senanglah dengan hidup barumu.

Biarkan aku menantimu melalui satu persatu lembar kayuku.

Sungguh aku memang merindukanmu.

Tapi ikhlas ku adalah wujud cinta tulusku.


Ku antar kau kekasih dengan pengalaman lukamu.

Menuju kebahagian yang lebih ingin kau tuju.

Biarkan aku bermain-main dengan kupu-kupumu.

Menanti kau melewati ku dengan pangeranmu.


Tulus ku bagaikan cinta ayah ibu mu.

Keyakinan suatu waktu akan melepaskan mu.

Tapi tenanglah perempuan merahku.

Aku tak apa walau harus menunggumu.


Hujan dan terik pasti akan jadi teman baikku.

Rayap dan retak pasti jadi sahabat berbagiku.

Memang begitulah sudah jalan hidupku.

Jembatan kayu penghantar bahagiamu.


Hanaut Kotim, 12 Februari 2021.

Kamis, 11 Februari 2021

Jalan Kenangan

 



Kita pernah menembus waktu dengan kuda merah mu.

Ke suatu tempat yang kau sebut Kuala Pembuang.

Ku susuri tiap inci jalan beraspal itu.

Jalan yang ku lalui adalah jalan kenangan.


Visual ku hampir blacksreen.

Mengingat senyum dan peluk mu.

Jantungku hampir garis satu.

Mengingat kini kau tak lagi milikku.


Ah, kau kupu-kupu merah ku.

Teganya kau membandingkan ku.

Bagai air sungai keruh dan bibir pantai yang keruh.

Mungkin begitulah angan dibenak mu.


Saat ku dengar suara kodok memanggilku.

Dia memecahkan angan ku dengan nadanya.

Hey kau pemuda lesu malangnya nasib mu.

Tak punya luas tanah dan 3 ekor lembu.


Pematang Limau Seruyan, 11 Februari 2021

Senin, 08 Februari 2021

Payung dan Pelangi



Tak kala hujan menjadi satu anugerah

Kita kadang gelisah saat anak-anaknya menghujami tubuh mungil kita

Kenangan campur derita jadi satu bayangan membuat dewasa

Entahlah, bagaimana kita harus merasakannya


Kau perempuanku yang mulia 

Kini harus ku terima melepaskan genggaman mu

Aku payung mu yang telah menemanimu dimusim hujan

Kau tinggal setelah warna pelangi mencuri perhatianmu


Payung itu telah rusak dan berdebu

Menunggu seseorang memperbaiki dan membutuhkannya lagi

Pergilah kasihku, nikmati dan jangan kau ragu

Pelangi mu menanti lukisan darimu


Warna ku telah pudar bagimu

Namun kenangan ku tak luntur oleh waktu

Kopi ku adalah sajak yang kau seduh 

Asap ku adalah awan mainan mu


Terimakasih Perempuanku 

Telah hadir memakai jasa perlindunganku

Kusang ku telah melelahkan mu dalam pudar ku

Kau butuh rasa nyaman dan aman tak lagi dariku


Satu hal yang harus kau tau

Payung ini telah menemani mu utuh

Jikalau pun pelangi itu jadi teman hidupmu

Namun kita pernah bersama menjadi satu langkah


Mari sini Perempuanku

Kita akhiri dengan keusanganku

Tanpa ragu bahwa aku tak layak lagi menemanimu

Bersukacitalah dengan warna barumu


Kau tak salah pada pudar ku

Karena dibawah matahari memang selalu begitu

Dia akan lekang dimakan waktu

Akan usang tanpa tujuan utuh


Wahai kau Penglangi

Jangan sepertiku pudar warna mu

Jikalau kau menghilang pada satu waktu

Dia akan menanti dengan rasa rindu yang menggebu 


Kita hanya berbeda era

Aku yang di butuhkan saat hujan dan sebelum hujan

Kau yang di tunggu setelah hujan dan sendu


Palangka Raya, 9 Februari 2021.


Minggu, 07 Februari 2021

Sajak Marhaen




Nusantara yang kaya berulang kali diperkosa.
Hingga menjadi bangsa yang merdeka.
Indonesia masih menjadi satu bangsa yang kaya.
Namun dikeruk dan ditindas dengan mengesampingkan bahaya.

Revolusi bung besar hanya gerbang saja.
Kini kemerdekaan liar diilhami umat berbangsa.
Kita bersyukur dia mampu menerjemahkannya.
Jadi satu garis perjuangan yaitu marhaenisme namanya.

Marhaen bukan saja hanya petani di Bandung.
Dia adalah gambaran penindasan terhadap ibu kandung.
Aku bertanya entah dimana letak rasa beruntung. 
Jika marhaen tak bersatu dan masih saling merundung.

Kau tau apa api yang membara dari marhaenisme.
Menolak penindasan manusia atas manusia.
Bangkitlah dari keterpurukan mu wahai bangsa.
Tunjukkan lagi bara yang tak padam dari marhaenisme.

Rapatkan kembali semut-semut merah.
Susun kembali apa yang telah diubah. 
Jangan ragu untuk berani menyentuh.
Raga kita memang tak miliki kita utuh.

Kita menolak penindasan bangsa atas bangsa.
Kita menentang kapitalisme berkuasa.
Karena kita meminta persatuan Indonesia.
Meminta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita adalah kaum yang selalu kalah.
Namun kita tak pernah ditaklukkan dan putus asa.
Kumpulkan kembali marhaenisme yang membara.
Kita harus ada dan berlipat ganda tanpa mengalah.

Pekikkan lah semangat ini !!!
Marhaen menang !!!
Merdeka !!!
Merdeka !!!


Palangka Raya, 06 February 2021.

Rabu, 20 Januari 2021

PERKARA CINTA


Di ruang 3 x 4 tempat biasa pikiranku bercakap-cakap dengan hati.

Kumatikan cahaya penerang ruangku.

Laluku buka jendela untuk menatap cahaya di tengah cahaya matahari yang tenggelam.

Entah kenapa bintang yang kutatap dari langit sumatera, masih sama susunannya dengan langit di Kalimantan.

Kuputar lagu-lagu sendu, lalu kucelupkan dua puting penyambung suara ke telingaku.

Kubiarkan nada, ucap, dan hembusan angin malam menembus ku.

Untuk mendamaikan hati dan pikiran yang sulit akur.


Kau tau, banyak dusta telah kutemukan seperjalan umurku.

Hanya dirimu dan koleksi buku-bukukulah yang tak mampu kutemukan kepalsuan.

Kubiarkan kepalaku menengadah ke langit yang luas memikirkan mu.

Lalu tetiba aku tersujud menyebut namamu didalam sembahku.


Di tengah seberkas cayaha malam, 

kutemukan bayang mu seperti paham rinduku

Lalu kuseruput kopi hitam layaknya buatanmu, 

Entahlah, aku pilu jika harus mengingatmu.


Mungkin kini kau menjadi cinta plantonisku.

Seperti layaknya filsuf, aku bertanya mengapa Tuhan. Megapa menciptakan cinta jika atas nama-Nya pula kita berpisah dan saling melukai?

Untunglah aku air seperti mau-Mu

Mengalir kemana tempat terrendah membawanya,

Namun kau beri kekuatan hingga mampu mengikis dan menembus batu.

Aku adalah hamba-Mu, milik-Mu, alat-Mu.

Jika Engkau ijinkan egoku, aku masih meminta dia umat-Mu yang lain menjadi milikku.

Ampunku jika Engkau tak menulis itu dalam takdirku.

Namun aku tau bahwa hidup bukan soal meninggalkan dan ditinggalkan.

Tapi hidup yang Engkau ajarkan padaku hamba-Mu

Soal berjuang dan meminta restu pada-Mu.


Kapuas, 21 September 2020